Pengertian, Bagian Dan Fungsi Manajemen
Diajukan Untuk Memenuhi
Salah Satu Tugas Mata Kuliah Manajemen Umum
Disusun oleh:
Aditya azhar
rusydiana
Universitas
Mathla’ul anwar
Tahun Pelajaran
2011-2012
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya
berhasil menyelesaikan makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Pengertian, Bagian Dan Fungsi Manajemen”
Makalah
ini berisikan tentang “Pengertian,
Bagian Dan Fungsi Manajemen”. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir
kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal
sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Menes, 24 Oktober 2011
Penyusun
KATA PENGANTAR................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................................... 1
B. Tujuan....................................................................................................................... 2
C. Rumusan Masalah..................................................................................................... 2
D. Landasan Teori......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Penertian Dan Fungsi Manajemen..................................................................... 5
B.
Tingkatan Manajemen (Manajemen Level)........................................................ 6
C.
Peran Manajemen............................................................................................... 7
D.
Keterampilan Manajemen.................................................................................. 7
E.
Sarana
Manajemen............................................................................................. 8
F.
Prinsip
Manajemen............................................................................................. 9
G.
Kajian Hawthorne............................................................................................ 12
H. Prinsip
Dasar Manajemen................................................................................ 13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................................. 16
B. Saran....................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Banyak kesulitan yang terjadi dalam melacak sejarah manajemen. Namun diketahui bahwa ilmu manajemen telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Hal ini dibuktikan dengan di. Piramida tersebut dibangun oleh lebih dari 100.000 orang selama 20 tahun. Piramida giza tak akan berhasil dibangun jika tidak ada seseorang tanpa mempedulikan apa sebutan untuk manajer ketika itu yang merencanakan apa yang harus dilakukan, mengorganisir manusia serta bahan bakunya, memimpin dan mengarahkan para pekerja, dan menegakkan pengendalian tertentu guna menjamin bahwa segala sesuatunya dikerjakan sesuai rencana
Praktik-praktik manajemen lainnya
dapat disaksikan selama tahun 1400-an di kota venesia, italia, yang ketika itu
menjadi pusat perekonomian dan perdagangan di sana. Penduduk venesia
mengembangkan bentuk awal perusahaan bisnis dan melakukan banyak kegiatan yang
lazim terjadi di organisasi modern saat ini. Sebagai contoh, di gudang senjata
venesia, kapal perang diluncurkan sepanjang kanal dan pada tiap-tiap
perhentian, bahan baku dan tali layar ditambahkan ke kapal tersebut. Hal ini
mirip dengan model lini perakitan (assembly line) yang dikembangkan untuk
merakit mobil-mobilnya. Selain lini perakitan tersebut, orang venesia memiliki
sistem penyimpanan dan pergudangan untuk memantau isinya, manajemen sumber daya
manusia untuk mengelola angkatan kerja, dan sistem akuntansi untuk melacak pendapatan
dan biaya.
Sebelum abad ke-20, terjadi dua peristiwa penting dalam ilmu
manajemen. Peristiwa pertama terjadi pada tahun 1776, ketika adam smith
menerbitkan sebuah doktrin ekonomi klasik, the wealth of nation. Dalam bukunya
itu, ia mengemukakan keunggulan ekonomis yang akan diperoleh organisasi dari
pembagian kerja (division of labor), yaitu perincian pekerjaan ke dalam
tugas-tugas yang spesifik dan berulang. Dengan menggunakan industri pabrik
peniti sebagai contoh, smith mengatakan bahwa dengan sepuluh
orang—masing-masing melakukan pekerjaan khusus—perusahaan peniti dapat
menghasilkan kurang lebih 48.000 peniti dalam sehari. Akan tetapi, jika setiap
orang bekerja sendiri menyelesaikan tiap-tiap bagian pekerjaan, sudah sangat
hebat bila mereka mampu menghasilkan sepuluh peniti sehari. Smith menyimpulkan
bahwa pembagian kerja dapat meningkatkan produktivitas dengan
·
Meningkatnya keterampilan dan
kecekatan tiap-tiap pekerja,
·
Menghemat waktu yang terbuang dalam
pergantian tugas, dan
·
Menciptakan mesin dan penemuan lain
yang dapat menghemat tenaga kerja.
Peristiwa penting kedua yang mempengaruhi perkembangan ilmu
manajemen adalah revolusi industri di inggris. Revolusi industri menandai
dimulainya penggunaan mesin, menggantikan tenaga manusia, yang berakibat pada
pindahnya kegiatan produksi dari rumah-rumah menuju tempat khusus yang disebut
pabrik. Perpindahan ini mengakibatkan manajer-manajer ketika itu membutuhkan
teori yang dapat membantu mereka meramalkan permintaan, memastikan cukupnya
persediaan bahan baku, memberikan tugas kepada bawahan, mengarahkan kegiatan
sehari-hari, dan lain-lain, sehingga ilmu manajamen mulai dikembangkan oleh
para ahli.
Di awal abad ke-20, seorang industriawan perancis bernama henry fayol mengajukan gagasan lima fungsi utama manajemen: merancang, mengorganisasi, memerintah, mengoordinasi, dan mengendalikan. Gagasan fayol itu kemudian mulai digunakan sebagai kerangka kerja buku ajar ilmu manajemen pada pertengahan tahun 1950, dan terus berlangsung hingga sekarang.
Di awal abad ke-20, seorang industriawan perancis bernama henry fayol mengajukan gagasan lima fungsi utama manajemen: merancang, mengorganisasi, memerintah, mengoordinasi, dan mengendalikan. Gagasan fayol itu kemudian mulai digunakan sebagai kerangka kerja buku ajar ilmu manajemen pada pertengahan tahun 1950, dan terus berlangsung hingga sekarang.
Sumbangan penting lainnya datang dari. Weber menggambarkan
suatu tipe ideal organisasi yang disebut sebagai birokrasi bentuk organisasi
yang dicirikan oleh pembagian kerja, hierarki yang didefinisikan dengan jelas,
peraturan dan ketetapan yang rinci, dan sejumlah hubungan yang impersonal.
Namun, weber menyadari bahwa bentuk “birokrasi yang ideal” itu tidak ada dalam
realita. Dia menggambarkan tipe organisasi tersebut dengan maksud menjadikannya
sebagai landasan untuk berteori tentang bagaimana pekerjaan dapat dilakukan dalam
kelompok besar. Teorinya tersebut menjadi contoh desain struktural bagi banyak
organisasi besar sekarang ini.
Perkembangan selanjutnya terjadi pada tahun, yang merupakan
kombinasi dari teori statistika dengan teori mikroekonomi. Riset operasi,
sering dikenal dengan “sains manajemen”, mencoba pendekatan sains untuk
menyelesaikan masalah dalam manajemen, khususnya di bidang sering disebut
sebagai bapak ilmu manajemen—menerbitkan salah satu buku paling awal tentang
manajemen terapan: “konsep korporasi” (concept of the corporation). Buku ini
muncul atas ide.
B. TUJUAN
• Mengetahui Manajemen
• Memahami tentang Manajemen
• Mengetahui bagian-bagian Manajemen
• Mengetahui Manajemen
• Memahami tentang Manajemen
• Mengetahui bagian-bagian Manajemen
C.
RUMUSAN MASALAH
• Makna dari manajemen.
• Mengenal bahwa perkembangan manajemen sangat berguna
• Makna dari manajemen.
• Mengenal bahwa perkembangan manajemen sangat berguna
D. LANDASAN TEORI
Manajemen ilmiah,
atau dalam bahasa Inggris disebut scientific management, pertama kali
dipopulerkan oleh Frederick Winslow Taylor dalam bukunya yang berjudul
Principles of Scientific Management pada tahun 1911. Dalam bukunya itu, Taylor
mendeskripsikan manajemen ilmiah adalah “penggunaan metode ilmiah untuk
menentukan cara terbaik dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.” Beberapa penulis
seperti menganggap tahun terbitnya buku ini sebagai tahun lahirya teori
manajemen modern.
Ide tentang penggunaan metode ilmiah muncul ketika Taylor
merasa kurang puas dengan ketidakefesienan pekerja di perusahaannya.
Ketidakefesienan itu muncul karena mereka menggunakan berbagai macam teknik
yang berbeda untuk pekerjaan yang sama—nyaris tak ada standar kerja di sana.
Selain itu, para pekerja cenderung menganggap gampang pekerjaannya. Taylor
berpendapat bahwa hasil dari para pekerja itu hanyalah sepertiga dari yang
seharusnya. Taylor kemudian, selama 20 tahun, berusaha keras mengoreksi keadaan
tersebut dengan menerapkan metode ilmiah untuk menemukan sebuah “teknik paling
baik” dalam menyelesaikan tiap-tiap pekerjaan.
Berdasarkan pengalamannya itu, Taylor membuat sebuah pedoman
yang jelas tentang cara meningkatkan efesiensi produksi. Pedoman tersebut
adalah:
1.
Kembangkanlah suatu ilmu bagi
tiap-tiap unsur pekerjaan seseorang, yang akan menggantikan metode lama yang bersifat untung-untungan.
2.
Secara ilmiah, pilihlah dan kemudian
latihlah, ajarilah, atau kembangkanlah pekerja tersebut.
3.
Bekerja samalah secara sungguh-sungguh
dengan para pekerja untu menjamin bahwa semua pekerjaan dilaksanakan sesuai
dengan prinsip-prinsip ilmu yang telah dikembangkan tadi.
4.
Bagilah pekerjaan dan tanggung jawab
secara hampir merata antara manajemen dan para pekerja. Manajemen mengambil
alih semua pekerjaan yang lebih sesuai baginya daripada bagi para pekerja.
Pedoman ini mengubah drastis pola pikir manajemen ketika
itu. Jika sebelumnya pekerja memilih sendiri pekerjaan mereka dan melatih diri
semampu mereka, Taylor mengusulkan manajemenlah yang harus memilihkan pekerjaan
dan melatihnya. Manajemen juga disarankan untuk mengambil alih pekerjaan yang
tidak sesuai dengan pekerja, terutama bagian perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan, dan pengontrolan. Hal ini berbeda dengan pemikiran sebelumnya di
mana pekerjalah yang melakukan tugas tersebut.
Manajemen ilmiah kemudian dikembangkan lebih jauh oleh
pasangan suami-istri Frank dan Lillian Gilbreth. Keduanya tertarik dengan ide
Taylor setelah mendengarkan ceramahnya pada sebuah pertemuan profesional. Keluarga
Gilbreth berhasil menciptakan yang dapat mencatat setiap gerakan yang dilakukan
oleh pekerja dan lamanya waktu yang dihabiskan untuk melakukan setiap gerakan
tersebut. Gerakan yang sia-sia yang luput dari pengamatan mata telanjang dapat
diidentifikasi dengan alat ini, untuk kemudian dihilangkan. Keluarga Gilbreth
juga menyusun skema klasifikasi untuk memberi nama tujuh belas gerakan tangan
dasar (seperti mencari, menggenggam, memegang) yang mereka sebut Therbligs
(dari nama keluarga mereka, Gilbreth, yang dieja terbalik dengan huruf th
tetap). Skema tersebut memungkinkan keluarga Gilbreth menganalisis cara yang
lebih tepat dari unsur-unsur setiap gerakan tangan pekerja.
Skema itu mereka dapatkan dari
pengamatan mereka terhadap cara penyusunan batu bata. Sebelumnya, Frank yang
bekerja sebagai kontraktor bangunan menemukan bahwa seorang pekerja melakukan
18 gerakan untuk memasang batu bata untuk eksterior dan 18 gerakan juga untuk
interior. Melalui penelitian, ia menghilangkan gerakan-gerakan yang tidak perlu
sehingga gerakan yang diperlukan untuk memasang batu bata eksterior berkurang
dari 18 gerakan menjadi 5 gerakan. Sementara untuk batu bata interior, ia
mengurangi secara drastis dari 18 gerakan hingga menjadi 2 gerakan saja. Dengan
menggunakan teknik-teknik Gilbreth, tukang baku dapat lebih produktif dan
berkurang kelelahannya di penghujung hari.
Beberapa orang, bagaimanapun, menemukan kalau definisi ini,
walaupun berguna, terlalu sempit. Frase “manajemen adalah apa yang manajer lakukan”
terjadi dalam banyak tempat, mensugestikan tingkat kesulitan mendefinisikan
manajemen, sifat yang berubah-ubah dari definisi tersebut, dan hubungan dari
praktek manajerial dengan eksistensi kader manajerial atau kelas
Pengguna bahasa Inggris biasa menggunakan istilah
“management” atau “the managment” sebagai kata kolektif mendeskripsikan
organisasi, sebagai contoh ialah korporasi. Bidang pelajaran manajemen
berkembang dari kondisi ekonomi di abad ke-19. Pelaku Ekonomi klasik seperti
Adam Smith dan John Stuart Mill memberikan teori alokasi sumber daya, produksi
dan penetapan harga. Pada saat yang hampir bersamaan, penemu seperti Eli
Whitney, James Watt, dan Matthew Boulton mengembangkan teknik produksi seperti
standarisasi, prosedur kontrol kualitas, akuntansi biaya, penukaran bahan, dan
perencanaan kerja.
Pada pertengahan abad 19, Robert Owen, Henry Poor, dan M.
Laughlin dan lain-lain memperkenalkan elemen manusia dengan teori pelatihan,
motivasi, struktur organisasi dan kontrol pengembangan pekerja.
Pada akhir abad 19, Pelaku ekonomi marginal Alfred Marshall
dan Leon Walras dan lainnya memperkenalkan lapisan baru yang kompleks ke teori
manajemen. Pada 1900an manajer mencoba mengganti teori mereka secara
keseleruhan berdasarkan sains. Seperti Henry Fayol dan Alexander Church
menjelaskan beberapa cabang dalam manajemen dan hubungan satu sama lain.
William Stewart, (Carter-Scott, 1994) seorang alumnus the
Naval Academy yang merupakan veteran perang Vietnam ikut berpendapat tentang
manajemen dengan mengatakan, “Ada perbedaan keahlian yang dituntut di dunia
militer. Ketika keadaan damai, misalnya, anda akan sukses jika anda tahu
bagaimana menerapkan manajemen. Namun ketika perang, anda hanya akan sukses
jika anda mampu memimpin.
Peter Drucker menulis salah satu buku paling awal tentang
manajemen terapan: “Konsep Korporasi” (Concept of the Corporation), diterbitkan
tahun 1946. Buku ini muncul atas ide Alfred Sloan (chairman dari General
Motors) yang menugaskan penelitian tentang organisasi.
H. Dodge, Ronald Fisher, dan Thorton
C Fry memperkenalkan teknik statistika ke dalam manajemen. Pada tahun 1940an,
Patrick Blackett mengkombinasikan teori statistika dengan teori mikroekonomi
dan lahirlah ilmu riset operasi. Riset operasi, sering dikenal dengan “Sains
Manajemen”, mencoba pendekatan sains untuk menyelesaikan masalah dalam
manajemen, khususnya di bidang logistik dan operasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Penertian
Dan Fungsi Manajemen
Kata Manajemen berasal dari bahasa Perancis
kuno ménagement, yang memiliki arti
seni melaksanakan dan mengatur. Manajemen belum memiliki definisi
yang mapan dan diterima secara universal. Mary Parker Follet, misalnya,
mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang
lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan
mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Ricky W. Griffin mendefinisikan
manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien.
Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara
efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir,
dan sesuai dengan jadwa.
Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu
ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh
manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. Fungsi manajemen
pertama kali diperkenalkan oleh seorang industrialis Perancis bernama Henry
Fayol pada awal abad ke-20. Ketika itu, ia menyebutkan lima fungsi manajemen,
yaitu merancang, mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan.
Namun saat ini, kelima fungsi tersebut telah diringkas menjadi empat, yaitu
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian.
Perencanaan adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan
dengan sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan
perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu.
Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil tindakan dan
kemudian melihat apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat digunakan untuk
memenuhi tujuan perusahaan. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua
fungsi manajemen karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tak dapat
berjalan.
Fungsi kedua adalah pengorganisasian atau organizing.
Pengorganisasian dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi
kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian mempermudah manajer dalam
melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan
tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan
dengan cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus
mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang
bertanggung jawab atas tugas tersebut, pada tingkatan mana keputusan harus
diambil.
Pengarahan atau directing adalah suatu tindakan untuk
mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai
dengan perencanaan manajerial dan usaha-usaha. Jadi actuating artinya adalah
menggerakkan orang-orang agar mau bekerja dengan sendirinya atau penuh
kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang dikehendaki secara
efektif. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah kepemimpinan (leadership).
Pengevaluasian atau evaluating dalah proses pengawasan dan
pengendalian performa perusahaan untuk memastikan bahwa jalannya perusahaan
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Seorang manajer dituntut untuk
menemukan masalah yang ada dalam operasional perusahaan, kemudian memecahkannya
sebelum masalah itu menjadi semakin besar.
B. Tingkatan Manajemen (Manajemen Level) :
Tingkatan manajemen dalam organisasi akan membagi tingkatan
manajer menjadi 3 tingkatan yaitu:
a)
Manajer Tingkat Puncak (Top Manager)
terdiri dari kelompok yang relative kecil, manager puncak bertanggung jawab
atas manajemen keseluruhan dari organisasi. Manajer adalah seseorang yang
bekerja melalui orang lain dengan mengoordinasikan kegiatan-kegiatan mereka
guna mencapai sasaran organisasi.
b)
Manajer Tingkat Menengah (Middle
Manager) adalah manajemen menengah dapat meliputi beberapa tingkatan dalam
suatu organisasi. Para manajer menengah membawahi dan mengarahkan
kegiatan-kegiatan para manajer.
c)
Manajer tingkat Garis Pertama/
Supervisi (First line) adalah tingkatan manajemen paling rendah dalam suatu
organisasi yang memimpin dan mengawasi tenaga-tenaga operasional. Dan mereka
tidak membawahi manajer yang lain.
d)
Manajemen Non Supervisi sebagai
proses transaksi dan inquiry response.
Gambar : 1
Piramida jumlah karyawan pada organisasi dengan struktur tradisional, berdasarkan tingkatannya.
Pada organisasi berstruktur tradisional, manajer sering dikelompokan menjadi manajer puncak, manajer tingkat menengah, dan manajer line pertama (biasanya digambarkan dengan bentuk piramida, di mana jumlah karyawan lebih besar di bagian bawah daripada di puncak), seperti contoh gambar piramida di atas.
a)
Manajemen puncak (top management),
dikenal pula dengan istilah executive officer. Bertugas merencanakan kegiatan
dan strategi perusahaan secara umum dan mengarahkan jalannya perusahaan. Contoh
top manajemen adalah CEO (Chief Executive Officer), CIO (Chief Information
Officer), dan CFO (Chief Financial Officer).
b) Manajemen tingkat menengah (middle
management), mencakup semua manajemen yang berada di antara manajer line
pertama dan manajemen puncak dan bertugas sebagai penghubung antara keduanya.
Jabatan yang termasuk manajer menengah di antaranya kepala bagian, pemimpin
proyek, manajer pabrik, atau manajer divisi
c)
Manejemen line pertama (first-line
management), dikenal pula dengan istilah manajemen operasional, merupakan
manajemen tingkatan paling rendah yang bertugas memimpin dan mengawasi karyawan
non-manajerial yang terlibat dalam proses produksi. Mereka sering disebut
penyelia (supervisor), manajer shift, manajer area, manajer kantor, manajer
departemen, atau mandor (foreman).
d) Manajemen non manajerial atau
disebut sebagai non supervisi yaitu dimana tingkatan paling bawah, di bawah
tingkatan first-line, dimana bertugas atau pekerja yang paling aktif dalam
sebuah organisasi, seperti dalam proses transaksi dan inquiry response
Meskipun demikian, tidak semua organisasi dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan menggunakan bentuk piramida tradisional ini. Misalnya pada organisasi yang lebih fleksibel dan sederhana, dengan pekerjaan yang dilakukan oleh tim karyawan yang selalu berubah, berpindah dari satu proyek ke proyek lainnya sesuai dengan permintaan pekerjaan.
Meskipun demikian, tidak semua organisasi dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan menggunakan bentuk piramida tradisional ini. Misalnya pada organisasi yang lebih fleksibel dan sederhana, dengan pekerjaan yang dilakukan oleh tim karyawan yang selalu berubah, berpindah dari satu proyek ke proyek lainnya sesuai dengan permintaan pekerjaan.
C. Peran Manajemen
Seorang ahli riset ilmu manajemen, mengemukakan bahwa ada
sepuluh peran yang dimainkan oleh manajer di tempat kerjanya. Ia kemudian
mengelompokan kesepuluh peran itu ke dalam tiga kelompok, yaitu peran
antarpribadi, peran informasional, dan peran pengambilan keputusan. Peran
antarpribadi adalah peran yang melibatkan orang dan kewajiban lain, yang
bersifat seremonial dan simbolis. Tiga peran antarpribadi itu meliputi peran
sebagai figur untuk anak buah, pemimpin, dan penghubung. Peran informasional
meliputi peran manajer sebagai pemantau dan penyebar informasi, serta peran
sebagai juru bicara. Peran ketiga yaitu peran pengambil keputusan. Yang
termasuk dalam kelompok ini adalah peran sebagai seorang wirausahawan, pemecah
masalah, pembagi sumber daya, dan perunding. Mintzberg kemudian menyimpulkan
bahwa secara garis besar, aktivitas yang dilakukan oleh manajer adalah
berinteraksi dengan orang lain.
D.
Keterampilan Manajemen
Mengemukakan bahwa setiap manajer membutuhkan minimal tiga
keterampilan dasar. Keterampilan pertama adalah keterampilan konseptual
(conceptional skill). Manajer tingkat atas (top manager) harus memiliki
keterampilan untuk membuat konsep, ide, dan gagasan demi kemajuan organisasi.
Gagasan atau ide serta konsep tersebut kemudian haruslah dijabarkan menjadi
suatu rencana kegiatan untuk mewujudkan gagasan atau konsepnya itu. Proses penjabaran
ide menjadi suatu rencana kerja yang kongkret itu biasanya disebut sebagai
proses perencanaan atau planning.
Oleh karena itu, keterampilan konsepsional juga meruipakan
keterampilan untuk membuat rencana kerja. Selain kemampuan konsepsional,
manajer juga perlu dilengkapi dengan keterampilan berkomunikasi atau
keterampilan berhubungan dengan orang lain, yang disebut juga keterampilan
kemanusiaan (humanity skill). Komunikasi yang persuasif harus selalu diciptakan
oleh manajer terhadap bawahan yang dipimpinnya. Dengan komunikasi yang
persuasif, bersahabat, dan kebapakan akan membuat karyawan merasa dihargai dan
kemudian mereka akan bersikap terbuka kepada atasan.
Keterampilan berkomunikasi diperlukan, baik pada tingkatan
manajemen atas, menengah, maupun bawah. Keterampilan ketiga adalah keterampilan
teknis yang pada umumnya merupakan bekal bagi manajer pada tingkat yang lebih
rendah. Keterampilan teknis ini merupakan kemampuan untuk menjalankan suatu
pekerjaan tertentu, misalnya menggunakan program komputer, memperbaiki mesin,
membuat kursi, akuntansi dan lain-lain.
Selain tiga keterampilan dasar di atas, dalam bukunya
Business 8th Edition menambahkan dua keterampilan dasar yang perlu dimiliki
manajer, yaitu keterampilan manajemen waktu dan keterampilan membuat keputusan.
Kemampuan manajemen waktu merujuk pada kemampuan seorang
manajer untuk menggunakan waktu yang dimilikinya secara bijaksana. Griffin
mengajukan contoh kasus Lew Frankfort dari. Pada tahun 2004, sebagai manajer,
Frankfort digaji $2.000.000 per tahun. Jika diasumsikan bahwa ia bekerja selama
50 jam per minggu dengan waktu cuti 2 minggu, maka gaji Frankfort setiap jamnya
adalah $800 per jam—sekitar $13 per menit. Dari sana dapat kita lihat bahwa
setiap menit yang terbuang akan sangat merugikan perusahaan. Kebanyakan
manajer, tentu saja, memiliki gaji yang jauh lebih kecil dari Frankfort. Namun
demikian, waktu yang mereka miliki tetap merupakan aset berharga, dan
menyianyiakannya berarti membuang-buang uang dan mengurangi produktivitas
perusahaan.
Keterapilan kedua, yaitu keterampilan membuat keputusan,
adalah kemampuan untuk mendefinisikan masalah dan menentukan cara terbaik dalam
memecahkannya. Kemampuan membuat keputusan adalah yang paling utama bagi
seorang manajer, terutama bagi kelompok manajer atas (top manager). Griffin
mengajukan tiga langkah dalam pembuatan keputusan. Pertama, seorang manajer
harus mendefinisikan masalah dan mencari berbagai alternatif yang dapat diambil
untuk menyelesaikannya. Kedua, manajer harus mengevaluasi setiap alternatif
yang ada dan memilih sebuah alternatif yang dianggap paling baik. Dan terakhir,
manajer harus mengimplementasikan alternatif yang telah ia pilih serta
mengawasi dan mengevaluasinya agar tetap berada di jalur yang benar.
E. Sarana Manajemen
Untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan diperlukan alat-alat sarana (tools). Tools merupakan syarat suatu
usaha untuk mencapai hasil yang ditetapkan. Tools tersebut dikenal dengan 6M,
yaitu men, money, materials, machines, method, dan markets.
Man merujuk pada sumber daya manusia yang dimiliki oleh
organisasi. Dalam manajemen, adalah yang
paling menentukan. Manusia yang membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan
proses untuk mencapai tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada proses kerja, sebab
pada dasarnya manusia adalah makhluk kerja. Oleh karena itu, manajemen timbul
karena adanya orang-orang yang berkerja sama untuk mencapai tujuan
Money atau Uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat
diabaikan. Uang merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya
hasil kegiatan dapat diukur dari jumlah uang yang beredar dalam. Oleh karena
itu uang merupakan alat (tools) yang penting untuk mencapai tujuan karena
segala sesuatu harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan
dengan berapa uang yang harus disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja,
alat-alat yang dibutuhkan dan harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai
dari suatu organisasi.
Material terdiri dari bahan setengah jadi (raw material) dan
bahan jadi. Dalam dunia usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain
manusia yang ahli dalam bidangnya juga harus dapat menggunakan
bahan/materi-materi sebagai salah satu sarana. Sebab materi dan manusia tidaki
dapat dipisahkan, tanpa materi tidak akan tercapai hasil yang dikehendaki.
Machine atau digunakan untuk memberi kemudahan atau
menghasilkan keuntungan yang lebih besar serta menciptakan efesiensi kerja.
Metode adalah suatu tata cara kerja yang memperlancar
jalannya pekerjaan manajer. Sebuah metode daat dinyatakan sebagai penetapan
cara pelaksanaan kerja suatu tugas dengan memberikan berbagai
pertimbangan-pertimbangan kepada sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia dan
penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan usaha. Perlu diingat meskipun metode
baik, sedangkan orang yang melaksanakannya tidak mengerti atau tidak mempunyai
pengalaman maka hasilnya tidak akan memuaskan. Dengan demikian, peranan utama
dalam manajemen tetap manusianya sendiri.
Market atau pasar adalah tempat di mana organisasi
menyebarluaskan (memasarkan) produknya. Memasarkan produk sudah barang tentu
sangat penting sebab bila barang yang diproduksi tidak laku, maka proses
produksi barang akan berhenti. Artinya, proses kerja tidak akan berlangsung.
Oleh sebab itu, penguasaan dalam arti menyebarkan merupakan faktor menentukan
dalam perusahaan. Agar pasar dapat dikuasai maka kualitas dan harga barang
harus sesuai dengan selera konsumen dan daya beli (kemampuan) konsumen.
F.
Prinsip Manajemen
Prinsip dapat didefinisikan sebagai suatu pernyataan
fundamental atau kebenaran umum yang merupakan sebuah pedoman untuk berpikir
atau bertindak. Dalam hubungannya dengan manajemen, prinsip-prinsip bersifat
fleksibel dalam arti bahwa perlu di pertimbangkan sesuai dengan kondisi-kondisi
khusus dan situasi-sitauasi yang berubah. Prinsip manajemen ini disusun oleh
Henry Fayol, seorang industrialis Perancis.
Prinsip-prinsip manajemen (general principle of management)
teridiri dari:
1. Pembagian kerja (Division of work)
Pembagian kerja harus disesuaikan dengan kemampuan dan
keahlian sehingga pelaksanaan kerja berjalan efektif. Oleh karena itu, dalam
penempatan harus menggunakan prinsip the right man in the right place.
Pembagian kerja harus subyektif yang didasarkan atas dasar like and dislike.
Dengan adanya prinsip the right man in the right place akan
memberikan jaminan terhadap kestabilan, kelancaran dan efesiensi. Pembagian
kerja yang baik merupakan kunci bagi penyelengaraan kerja. kecerobohan dalam
pembagian kerja akan berpengaruh kurang baik dan mungkin menimbulkan kegagalan
dalam penyelenggaraan pekerjaan, oleh karena itu, seorang manajer yang
berpengalaman akan menempatkan pembagian kerja sebagai prinsip utama yang akan
menjadi titik tolak bagi prinsip-prinsip lainnya.
2. Wewenang dan tanggung jawab (Authority and responsibility)
Setiap dilengkapi dengan wewenang untuk melakukan pekerjaan
dan setiap wewenang melekat atau diikuti pertanggungjawaban. Wewenang dan
tanggung jawab harus seimbang. Setiap pekerjaan harus dapat memberikan
pertanggungjawaban yang sesuai dengan wewenang. Oleh karena itu, makin kecil
wewenang makin kecil pula pertanggungjawaban demikian pula sebaliknya.
Tanggung jawab terbesar terletak pada manajer puncak.
Kegagalan suatu usaha bukan terletak pada karyawan, tetapi terletak pada puncak
pimpinannya karena yang mempunyai wewemang terbesar adalah manajer puncak. oleh
karena itu, apabila manajer puncak tidak mempunyai keahlian dan kepemimpinan,
maka wewenang yang ada padanya merupakan bumerang.
3. Disiplin (Discipline)
Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap
pekerjaan yang menjadi tanggung jawab. Disiplin ini berhubungan erat dengan
wewenang. Apabila wewenang tidak berjalan dengan semestinya, maka disiplin akan
hilang. Oleh karena ini, pemegang wewenang harus dapat menanamkan disiplin
terhadap disrinya sendiri sehingga mempunyai tanggung jawab terhadap pekerajaan
sesuai dengan weweanng yang ada padanya.
4. Kesatuan perintah (Unity of command)
Dalam melakasanakan pekerjaan, karyawan harus memperhatikan
prinsip kesatuan perintah sehingga pelaksanaan kerja dapat dijalankan dengan
baik. Karyawan harus tahu kepada siapa ia harus bertanggung jawab sesui dengan
wewenang yang diperolehnya. Perintah yang datang dari manajer lain kepada
serorang karyawan akan merusak jalannya wewenang dan tanggung jawab serta pembagian
kerja.
5. Kesatuan pengarahan (Unity of direction)
Dalam melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawabnya,
karyawan perlu diarahkan menuju sasarannya. Kesatuan pengarahan bertalian erat
dengan pembagian kerja. Kesatuan pengarahan tergantung pula terhadap kesatuan
perintah. Dalam pelaksanaan kerja bisa saja terjadi adanya dua perintah
sehingga menimbulkan arah yang berlawanan. Oleh karena itu, perlu alur yang
jelas dari mana karyawan mendapat wewenang untuk pmelaksanakan pekerjaan dan
kepada siapa ia harus mengetahui batas wewenang dan tanggung jawabnya agar
tidak terjadi kesalahan. Pelaksanaan kesatuan pengarahan (unity of directiion)
tidak dapat terlepas dari pembaguan kerja, wewenang dan tanggung jawab,
disiplin, serta kesatuan perintah.
6. Mengutamakan kepentingan organisasi di atas kepentingan
sendiri
Setiap karyawan harus mengabdikan kepentingan sendiri kepada
kepentingan organisasi. Hal semacam itu merupakan suatu syarat yang sangat
penting agar setiap kegiatan berjalan dengan loancar sehingga tujuan dapat
tercapai dengan baik
Setian karyawan dapat mengabdikan
kepentingan pribadi kepada kepentingan organisasi apabila memiliki kesadaran
bahwa kepentingan pribadi sebenarnya tergantung kepada berhasil-tidaknya
kepentingan organisasi. Prinsip pengabdian kepentingan pribadi kepada
kepentingan orgabisasi dapat terwujud, apanila setiap karyawan merasa senang
dalam bekerja sehingga memiliki disiplin yang tinggi.
7.
Penggajian pegawai
Gaji atau upah bagi karyawan merupakan kompensasi yang
menentukan terwujudnya kelancaran dalam bekerja. Karyawan yang diliputi
perasaan cemas dan kekurangan akan sulit berkonsentrasi terhadap tugas dan
kewajibannya sehingga dapat mengakibatkan ketidaksempurnaan dalam bekerja. Oleh
karena itu, dalam prinsip penggajian haris dipikirkan bagaimana agar karyawan
dapat bekerja dengan tenang. Sistem penggajian harus diperhitungkan agar
menimbuulkan kedisiplinan dan kegairahan kerja sehingga karyawan berkompetisi
untuk membuat prestasi yang lebih besar. Prinsip more pay for more prestige
(upaya lebih untuk prestasi lebih), dan prinsip upah sama untuk prestasi yang
sama perlu diterapkan sebab apabila ada perbedaan akan menimbulkan kelesuan
dalam bekerja dan mungkin akan menimbulkan tindakan tidak disiplin.
8. Pemusatan (Centralization)
Pemusatan wewenang akan menimbulkan pemusatan tanggung jawab
dalam suatu kegiatan. Tanggung jawab terakhir terletak ada orang yang memegang
wewenang tertinggi atau manajer puncak. Pemusatan bukan berarti adanya
kekuasaan untuk menggunakan wewenang, melainkan untuk menghindari
kesimpangsiurang wewenang dan tanggung jawab. Pemusatan wewenang ini juga tidak
menghilangkan asas pelimpahan wewenang (delegation of authority)
9. Hirarki (tingkatan)
Pembagian kerja menimbulkan adanya atasan dan bawahan. Bila
pembagian kerja ini mencakup area yang cukup luas akan menimbulkan hirarki.
Hirarki diukur dari wewenang terbesar yang berada pada manajer puncak dan
seterusnya berurutan ke bawah. dengan adanya hirarki ini, maka setiap karyawan
akan mengetahui kepada siapa ia harus bertanggung jawab dan dari siapa ia
mendapat perintah.
10.
Ketertiban (Order)
Ketertiban dalam melaksanakan pekerjaan merupakan syarat
utama karena pada dasarnya tidak ada orang yang bisa bekerja dalam keadaan
atau. Ketertiban dalam suatu pekerjaan dapat terwujud apabila seluruh karyawan,
baik atasan maupun bawahan mempunyai disiplin yang tinggi. Oleh karena itu,
ketertiban dan disiplin sangat dibutuhkan dalam mencapai tujuan.
11. Keadilan dan kejujuran
Merupakan salah satu syarat untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Keadilan dan kejujuran terkait dengan karyawan dan tidak dapat
dipisahkan. Keadilan dan kejujuran harus ditegakkan mulai dari atasan karena
atasan memiliki wewenang yang paling besar. Manajer yang adil dan jujur akan menggunakan
wewenangnya dengan sebaik-baiknya untuk melakukan keadilan dan kejujuran pada
bawahannya.
12. Stabilitas kondisi karyawan
Dalam setiap kegiatan kestabilan karyawan harus dijaga
sebaik-baiknya agar segala pekerjaan berjalan dengan lancar. Kestabilan
karyawan terwujud karena adanya disiplin kerja yang baik dan adanya ketertiban
dalam kegiatan. sebagai makhluk sosial yang memiliki keinginan, perasaan dan
pikiran. Apabila keinginannya tidak terpenuhi, perasaan tertekan dan pikiran
yang kacau akan menimbulkan goncangan dalam bekerja.
13. Prakarsa (Inisiative)
Prakarsa timbul dari dalam diri seseorang yang menggunakan
daya pikir. Prakarsa menimbulkan kehendak untuk mewujudkan suatu yang berguna
bagi penyelesaian pekerjaan dengan sebaik-beiknya. Jadi dalam prakarsa
terhimpun kehendak, perasaan, pikiran, keahlian dan pengalaman seseorang. Oleh
karena itu, setiap prakarsa yang datang dari karyawan harus dihargai. Prakarsa
(inisiatif) mengandung arti menghargai orang lain, karena itu hakikatnya
manusia butuh penghargaan. Setiap penolakan terhadap prakarsa karyawan
merupakan salah satu langkah untuk menolak gairah kerja. Oleh karena itu,
seorang manajer yang bijak akan menerima dengan senang hari prakarsa-prakarsa
yang dilahirkan karyawannya.
14. Semangat kesatuan, semangat korps
Setiap karyawan harus memiliki rasa kesatuan, yaitu rasa
senasib sepenanggyungan sehingga menimbulkan semangat kerja sama yang baik.
semangat kesatuan akan lahir apabila setiap karyawan mempunyai kesadaran bahwa
setiap karyawan berarti bagi karyawan lain dan karyawan lain sangat dibutuhkan
oleh dirinya. Manajer yang memiliki kepemimpinan akan mampu melahirkan semangat
kesatuan (esprit de corp), sedangkan manajer yang suka memaksa dengan cara-cara
yang kasar akan melahirkan friction de corp (perpecahan dalam korp) dan membawa
bencana.
G. Kajian Hawthorne
Kajian Hawthrone adalah serangkaian kajian yang dilakukan
pada tahun 1920-an hingga 1930-an. Kajian ini awalnya bertujuan mempelajari
pengaruh berbagai macam tingkat penerangan lampu terhadap produktivitas kerja.
Kajian dilakukan di Western Electric Company Works di Cicero, Illenois.
Uji coba dilaksanakan dengan membagi karyawan ke dalam dua
kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Kelompok eksperimen
dikenai berbagai macam intensitas penerangan sementara kelompok kontrol bekerja
di bawah intensitas penerangan yang tetap. Para peneliti mengharapkan adanya
perbedaan jika intensitas cahaya diubah. Namun, mereka mendapatkan hasil yang
mengejutkan: baik tingkat cahaya itu dinaikan maupun diturunkan, output pekerja
meningkat daripada biasanya. Para peneliti tidak dapat menjelaskan apa yang
mereka saksikan, mereka hanya dapat menyimpulkan bahwa intensitas penerangan
tidak berhubungan langsung dengan produktivitas kelompok dan “sesuatu yang lain
pasti” telah menyebabkan hasil itu.
Pada tahun 1927 dari beserta rekan-rekannya diundang untuk
bergabung dalam kajian ini. Mereka kemudian melanjutkan penelitian tentang
produktivitas kerja dengan cara-cara yang lain, misalnya dengan mendesain ulang
jabatan, mengubah lamanya jam kerja dan hari kerja alam seminggu,
memperkenalkan periode istirahat, dan menyusun rancangan upah individu dan
rancangan upah kelompok. Penelitian ini mengindikasikan bahwa ternyata
insentif-insentif di atas lebih sedikit pengaruhnya terhadap output pekerja
dibandingkan dengan tekanan kelompok, penerimaan kelompok, serta rasa aman yang
menyertainya. Peneliti menyimpulkan bahwa norma-norma sosial atau standar
kelompok merupakan penentu utama perilaku kerja individu.
Kalangan akademisi umumnya sepakat bahwa Kajian Hawthrone
ini memberi dampak dramatis terhadap arah keyakinan manajemen terhadap peran
perlikau manusia dalam organisasi.
Mayo
menyimpulkan bahwa:
·
Perilaku dan sentimen memiliki
kaitan yang sangat erat
·
Pengaruh kelompok sangat besar
dampaknya pada perilaku individu
·
Standar kelompok menentukan hasil
kerja masing-masing karyawan
·
Uang tidak begitu menjadi faktor
penentu output bila dibandingkan dengan standar kelompok, sentimen kelompok,
dan rasa aman.
Kesimpulan-kesimpulan itu berakibat pada penekanan baru
terhadap faktor perilaku manusia sebagai penentu berfungsi atau tidaknya
organisasi, dan pencapaian sasaran organisasi tersebut.
H.
Prinsip Dasar Manajemen
Manajemen sering didefinisikan sebagai
"pencapaian tujuan melalui orang lain". Kedengarannya memang terlalu
sederhana, akan tetapi memberi kita gambaran tentang beberapa hal mendasar.
Yang pertama berkaitan dengan "pencapaian tujuan". Manajemen selalu
berkaitan dengan sebuah usaha untuk mencapai tujuan tertentu dan bukan
semata-mata sebuah posisi atau jabatan di dalam perusahaan. Banyak orang
memiliki jabatan "manajer", akan tetapi dalam kenyataannya mereka
hanya menjalankan kedudukan dan bukan mengarahkan sesuatu ke arah pencapaian
tujuan yang tertentu.
Pokok yang kedua adalah berkaitan dengan aspek
"melalui orang lain". Sebagai sebuah aktivitas, manajemen selalu
menyangkut orang-orang lain, yakni bawahan-bawahan; dan pada usaha untuk
mengarahkan atau mengkoordinasi kerja dari orang-orang tersebut. Meskipun
setiap manajer memang memiliki tugas-tugas khusus yang hanya bisa dilakukan
olehnya, peran seorang manajer lebih didasarkan pada kenyataan bagaimana dia
mengkoordinasi dan mengarahkan aktivitas-aktivitas bawahannya. Dalam arti ini,
seorang manajer seharusnya lebih mementingkan pencapaian hasil dari para
bawahannya daripada prestasinya sendiri. Sebab pencapaian hasil bersama itulah
yang menentukan keberhasilan dari organisasi secara keseluruhan.
Berdasarkan studi literatur yang saya lakukan terhadap sejumlah
buku, artikel, makalah, dan sumber-sumber literatur lainnya, maka manajemen
kinerja yang baik untuk menuju organisasi berkinerja tinggi, harus mengikuti
kaidah-kaidah berikut ini.
Terdapat suatu indikator kinerja (key performance indicator)
yang terukur secara kuantitatif, serta jelas batas waktu untuk mencapainya.
Tentu saja ukuran ini harus menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi oleh
organisasi tersebut. Jika pada organisasi bisnis atau komersial, maka indikator
kinerjanya adalah berbagai aspek finansial seperti laba, pertumbuhan penjualan,
lalu indikator pemasaran seperti jumlah pelanggan, dan sebagainya. Sedangkan
pada organisasi pemerintahan seperti POLRI, maka ukuran kinerja tentu berbagai
bentuk pelayanan kepada masyarakat. Semuanya harus terukur secara kuantitatif
dan dimengerti oleh berbagai pihak yang terkait, sehingga nanti pada saat
evaluasi kita bisa mengetahui, apakah kinerja sudah mencapai target atau belum.
Michael Porter, seorang profesor dari Harvard Business School mengungkapkan
bahwa kita tidak bisa memanajemeni sesuatu yang tidak dapat kita ukur. Jadi,
ukuran kuantitatif itu penting. Organisasi yang tidak memiliki indikator
kinerja, biasanya tidak bisa diharapkan mampu mencapai kinerja yang memuaskan
para pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Semua ukuran kinerja tersebut biasanya dituangkan ke dalam
suatu bentuk kesepakatan antara atasan dan bawahan yang sering disebut sebagai
kontrak kinerja (performance contract). Dengan adanya kontrak kinerja, maka
atasan bisa menilai apakah si bawahan sudah mencapai kinerja yang diinginkan
atau belum. Kontrak kinerja ini berisikan suatu kesepakatan antara atasan dan
bawahan mengenai indikator kinerja yang ingin dicapai, baik sasaran
pancapaiannya maupun jangka waktu pencapaiannya. Ada 2 (dua) hal yang perlu
dicantumkan dalam kontrak kinerja, yaitu sasaran akhir yang ingin dicapai (lag)
serta program kerja untuk mencapainya (lead). Mengapa keduanya dicantumkan ?
Supaya pada saat evaluasi nanti berbagai pihak bisa bersikap fair, tidak melihat
hasil akhir semata, melainkan juga proses kerjanya. Adakalanya seorang bawahan
belum mencapai semua hasil akhir yang ditargetkan, tetapi dia sudah
melaksanakan semua program kerja yang sudah digariskan. Tentu saja atasan tetap
harus memberikan reward untuk dedikasinya, walaupun sasaran akhir belum
tercapai. Ini juga bisa menjadi basis untuk perbaikan di masa yang akan datang
(continuous improvements).
Terdapat suatu proses siklus manajemen kinerja yang baku dan
dipatuhi untuk dikerjakan bersama, yaitu (1) perencanaan kinerja berupa
penetapan indikator kinerja, lengkap dengan berbagai strategi dan program kerja
yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang diinginkan, lalu (2) pelaksanaan,
di mana organisasi bergerak sesuai dengan rencana yang telah dibuat, jika ada
perubahan akibat adanya perkembangan baru, maka lakukanlah perubahan tersebut,
dan terakhir (3) evaluasi kinerja, yaitu menganalisis apakah realisasi kinerja
sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan dulu ? Semuanya harus serba
kuantitatif.
Adanya suatu sistem reward dan punishment yang bersifat
konstruktif dan konsisten dijalankan. Konsep reward ini tidak melulu bersifat
finansial, melainkan juga dalam bentuk lain, seperti promosi, kesempatan
pendidikan, dan sebagainya. Reward dan punishment diberikan setelah melihat
hasil realisasi kinerja, apakah sesuai dengan indikator kinerja yang telah
direncanakan atau belum. Tentu saja ada suatu performance appraisal atau
penilaian kinerja terlebih dahulu sebelum reward dan punishment diberikan.
Hati-hati dengan pemberian punishment, karena dalam banyak hal, pembinaan jauh
lebih bermanfaat.
Terdapat suatu mekanisme performance appraisal atau
penilaian kinerja yang relatif obyektif, yaitu dengan melibatkan berbagai
pihak. Konsep yang sangat terkenal adalah penilaian 360 derajat, di mana
penilaian kinerja dilakukan oleh atasan, rekan sekerja, pengguna jasa, serta
bawahan. Pada prinsipnya manusia itu berpikir secara subyektif, tetapi berpikir
bersama mampu mengubah sikap subyektif itu menjadi sangat mendekati obyektif.
Dengan demikian, ternyata berpikir bersama jauh lebih obyektif daripada
berpikir sendiri-sendiri. Ini adalah semangat yang ingin dibawa oleh konsep
penilaian 360 derajat. Walaupun banyak kritik yang diberikan terhadap konsep
ini, tetapi cukup banyak yang menggunakannya di berbagai organisasi. Terdapat
suatu gaya kepemimpinan (leadership style) yang mengarah kepada pembentukan
organisasi berkinerja tinggi. Inti dari kepemimpinan seperti ini adalah adanya
suatu proses coaching, counseling, dan empowerment kepada para bawahan atau
sumber daya manusia di dalam organisasi. Satu aspek lain yang sangat penting
dalam gaya kepemimpinan adalah, sikap followership, atau menjadi pengikut.
Bayangkan jika semua orang menjadi komandan di dalam
organisasi, lantas siapakah yang menjadi pelaksana ? Bukannya kinerja tinggi
yang muncul, melainkan kekacauan di dalam organsiasi (chaos). Sejatinya, pada
kondisi tertentu seseorang harus memiliki jiwa kepemimpinan, tetapi pada
situasi yang lain, dia juga harus memahami bahwa dia juga merupakan bagian dari
sebuah sistem organisasi yang lebih besar, yang harus dia ikuti.
Menerapkan konsep manajemen SDM berbasis kompetensi. Umumnya
organisasi berkinerja tinggi memiliki kamus kompetensi dan menerapkan
kompetensi tersebut kepada hal-hal penting, seperti manajemen kinerja,
rekruitmen dan seleksi, pendidikan dan pengembangan, dan promosi. Seperti yang
diuraikan pada awal makalah ini, kompetensi tersebut setidaknya mencakup 3
(tiga) hal, yaitu kompetensi inti organsiasi, kompetensi perilaku, serta
kompetensi teknikal yang spesifik terhadap pekerjaan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
Kemampuan manajemen waktu merujuk pada kemampuan seorang
manajer untuk menggunakan waktu yang dimilikinya secara bijaksana
Menerapkan konsep manajemen SDM berbasis kompetensi. Umumnya
organisasi berkinerja tinggi memiliki kamus kompetensi dan menerapkan
kompetensi tersebut kepada hal-hal penting, seperti manajemen kinerja,
rekruitmen dan seleksi, pendidikan dan pengembangan, dan promosi. Seperti yang
diuraikan pada awal makalah ini, kompetensi tersebut setidaknya mencakup 3 (tiga)
hal, yaitu kompetensi inti organsiasi, kompetensi perilaku, serta kompetensi
teknikal yang spesifik terhadap pekerjaan.
Jika kompetensi ini sudah dibakukan di dalam organisasi,
maka kegiatan manajemen SDM akan menjadi lebih transparan, dan pimpinan organisasi
juga dengan mudah mengetahui kompetensi apa saja yang perlu diperbaiki untuk
membawa organisasi menjadi berkinerja tinggi.
Terdapat suatu gaya kepemimpinan (leadership style) yang
mengarah kepada pembentukan organisasi berkinerja tinggi. Inti dari kepemimpinan
seperti ini adalah adanya suatu proses coaching, counseling, dan empowerment
kepada para bawahan atau sumber daya manusia di dalam organisasi. Satu aspek
lain yang sangat penting dalam gaya kepemimpinan adalah, sikap followership,
atau menjadi pengikut.
Bayangkan jika semua orang menjadi komandan di dalam
organisasi, lantas siapakah yang menjadi pelaksana ? Bukannya kinerja tinggi
yang muncul, melainkan kekacauan di dalam organsiasi (chaos). Sejatinya, pada
kondisi tertentu seseorang harus memiliki jiwa kepemimpinan, tetapi pada
situasi yang lain, dia juga harus memahami bahwa dia juga merupakan bagian dari
sebuah sistem organisasi yang lebih besar, yang harus dia ikuti.
B. SARAN
Penyusun
menyarankan, sebaiknya kita lebih memperdalam/mengembangkan pengetahuan kita
mengenai Manajemen umum, karena dengan mempelajari Manajemen umum tersebut,
maka akan ada banyak manfaat yang akan kita dapatkan, diantaranya yaitu
menambah wawasan pengetahuan yang lebih luas, dapat dijadikan sebagai sumber
informasi, dan lain-lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar